Cari Blog Ini

Kamis, 28 April 2011

Konsep CIDR

Kali ini saatnya anda mempelajari teknik penghitungan subnetting. Penghitungan subnetting bisa dilakukan dengan dua cara, cara binary yang relatif lambat dan cara khusus yang lebih cepat. Pada hakekatnya semua pertanyaan tentang subnetting akan berkisar di empat masalah: Jumlah Subnet, Jumlah Host per Subnet, Blok Subnet, dan Alamat Host- Broadcast.
Penulisan IP address umumnya adalah dengan 192.168.1.2. Namun adakalanya ditulis dengan 192.168.1.2/24, apa ini artinya? Artinya bahwa IP address 192.168.1.2 dengan subnet mask 255.255.255.0. Lho kok bisa seperti itu? Ya, /24 diambil dari penghitungan bahwa 24 bit subnet mask diselubung dengan binari 1. Atau dengan kata lain, subnet masknya adalah: 11111111.11111111.11111111.00000000 (255.255.255.0). Konsep ini yang disebut dengan CIDR (Classless Inter-Domain Routing) yang diperkenalkan pertama kali tahun 1992 oleh IEFT.
Pertanyaan berikutnya adalah Subnet Mask berapa saja yang bisa digunakan untuk melakukan subnetting? Ini terjawab dengan tabel di bawah:
Subnet Mask Nilai CIDR
255.128.0.0 /9
255.192.0.0 /10
255.224.0.0 /11
255.240.0.0 /12
255.248.0.0 /13
255.252.0.0 /14
255.254.0.0 /15
255.255.0.0 /16
255.255.128.0 /17
255.255.192.0 /18
255.255.224.0 /19
Subnet Mask Nilai CIDR
255.255.240.0 /20
255.255.248.0 /21
255.255.252.0 /22
255.255.254.0 /23
255.255.255.0 /24
255.255.255.128 /25
255.255.255.192 /26
255.255.255.224 /27
255.255.255.240 /28
255.255.255.248 /29
255.255.255.252 /30
SUBNETTING PADA IP ADDRESS CLASS C
Ok, sekarang mari langsung latihan saja. Subnetting seperti apa yang terjadi dengan sebuah NETWORK ADDRESS 192.168.1.0/26 ?
Analisa: 192.168.1.0 berarti kelas C dengan Subnet Mask /26 berarti 11111111.11111111.11111111.11000000 (255.255.255.192).
Penghitungan: Seperti sudah saya sebutkan sebelumnya semua pertanyaan tentang subnetting akan berpusat di 4 hal, jumlah subnet, jumlah host per subnet, blok subnet, alamat host dan broadcast yang valid. Jadi kita selesaikan dengan urutan seperti itu:
  1. Jumlah Subnet = 2x, dimana x adalah banyaknya binari 1 pada oktet terakhir subnet mask (2 oktet terakhir untuk kelas B, dan 3 oktet terakhir untuk kelas A). Jadi Jumlah Subnet adalah 22= 4 subnet
  2. Jumlah Host per Subnet = 2y – 2, dimana y adalah adalah kebalikan dari x yaitu banyaknya binari 0 pada oktet terakhir subnet. Jadi jumlah host per subnet adalah 26 – 2 = 62 host
  3. Blok Subnet = 256 – 192 (nilai oktet terakhir subnet mask) = 64. Subnet berikutnya adalah 64 + 64 = 128, dan 128+64=192. Jadi subnet lengkapnya adalah 0, 64, 128, 192.
  4. Bagaimana dengan alamat host dan broadcast yang valid? Kita langsung buat tabelnya. Sebagai catatan, host pertama adalah 1 angka setelah subnet, dan broadcast adalah 1 angka sebelum subnet berikutnya.
  5. Subnet
    192.168.1.0
    192.168.1.64
    192.168.1.128
    192.168.1.192
    Host Pertama
    192.168.1.1
    192.168.1.65
    192.168.1.129
    192.168.1.193
    Host Terakhir
    192.168.1.62
    192.168.1.126
    192.168.1.190
    192.168.1.254
    Broadcast
    192.168.1.63
    192.168.1.127
    192.168.1.191
    192.168.1.255
Kita sudah selesaikan subnetting untuk IP address Class C. Dan kita bisa melanjutkan lagi untuk subnet mask yang lain, dengan konsep dan teknik yang sama. Subnet mask yang bisa digunakan untuk subnetting class C adalah seperti di bawah. Silakan anda coba menghitung seperti cara diatas untuk subnetmask lainnya.
Subnet Mask Nilai CIDR
255.255.255.128 /25
255.255.255.192 /26
255.255.255.224 /27
255.255.255.240 /28
255.255.255.248 /29
255.255.255.252 /30
SUBNETTING PADA IP ADDRESS CLASS B
Berikutnya kita akan mencoba melakukan subnetting untuk IP address class B. Pertama, subnet mask yang bisa digunakan untuk subnetting class B adalah seperti dibawah. Sengaja saya pisahkan jadi dua, blok sebelah kiri dan kanan karena masing-masing berbeda teknik terutama untuk oktet yang “dimainkan” berdasarkan blok subnetnya. CIDR /17 sampai /24 caranya sama persis dengan subnetting Class C, hanya blok subnetnya kita masukkan langsung ke oktet ketiga, bukan seperti Class C yang “dimainkan” di oktet keempat. Sedangkan CIDR /25 sampai /30 (kelipatan) blok subnet kita “mainkan” di oktet keempat, tapi setelah selesai oktet ketiga berjalan maju (coeunter) dari 0, 1, 2, 3, dst.
Subnet Mask Nilai CIDR
255.255.128.0 /17
255.255.192.0 /18
255.255.224.0 /19
255.255.240.0 /20
255.255.248.0 /21
255.255.252.0 /22
255.255.254.0 /23
255.255.255.0 /24
Subnet Mask Nilai CIDR
255.255.255.128 /25
255.255.255.192 /26
255.255.255.224 /27
255.255.255.240 /28
255.255.255.248 /29
255.255.255.252 /30
Ok, kita coba dua soal untuk kedua teknik subnetting untuk Class B. Kita mulai dari yang menggunakan subnetmask dengan CIDR /17 sampai /24. Contoh network address 172.16.0.0/18.
Analisa: 172.16.0.0 berarti kelas B, dengan Subnet Mask /18 berarti 11111111.11111111.11000000.00000000 (255.255.192.0).
Penghitungan:
  1. Jumlah Subnet = 2x, dimana x adalah banyaknya binari 1 pada 2 oktet terakhir. Jadi Jumlah Subnet adalah 22 = 4 subnet
  2. Jumlah Host per Subnet = 2y – 2, dimana y adalah adalah kebalikan dari x yaitu banyaknya binari 0 pada 2 oktet terakhir. Jadi jumlah host per subnet adalah 214 – 2 = 16.382 host
  3. Blok Subnet = 256 – 192 = 64. Subnet berikutnya adalah 64 + 64 = 128, dan 128+64=192. Jadi subnet lengkapnya adalah 0, 64, 128, 192.
  4. Alamat host dan broadcast yang valid?
  5. Subnet
    172.16.0.0
    172.16.64.0
    172.16.128.0
    172.16.192.0
    Host Pertama
    172.16.0.1
    172.16.64.1
    172.16.128.1
    172.16.192.1
    Host Terakhir
    172.16.63.254
    172.16.127.254
    172.16.191.254
    172.16.255.254
    Broadcast
    172.16.63.255
    172.16.127.255
    172.16.191.255
    172.16..255.255
Berikutnya kita coba satu lagi untuk Class B khususnya untuk yang menggunakan subnetmask CIDR /25 sampai /30. Contoh network address 172.16.0.0/25.
Analisa: 172.16.0.0 berarti kelas B, dengan Subnet Mask /25 berarti 11111111.11111111.11111111.10000000 (255.255.255.128).
Penghitungan:
  1. Jumlah Subnet = 29 = 512 subnet
  2. Jumlah Host per Subnet = 27 – 2 = 126 host
  3. Blok Subnet = 256 – 128 = 128. Jadi lengkapnya adalah (0, 128)
  4. Alamat host dan broadcast yang valid?
Subnet 172.16.0.0 172.16.0.128 172.16.1.0 172.16.255.128
Host Pertama 172.16.0.1 172.16.0.129 172.16.1.1 172.16.255.129
Host Terakhir 172.16.0.126 172.16.0.254 172.16.1.126 172.16.255.254
Broadcast 172.16.0.127 172.16.0.255 172.16.1.127 172.16.255.255
Masih bingung juga? Ok sebelum masuk ke Class A, coba ulangi lagi dari Class C, dan baca pelan-pelan
SUBNETTING PADA IP ADDRESS CLASS A
Kalau sudah mantab dan paham, kita lanjut ke Class A. Konsepnya semua sama saja. Perbedaannya adalah di OKTET mana kita mainkan blok subnet. Kalau Class C di oktet ke 4 (terakhir), kelas B di Oktet 3 dan 4 (2 oktet terakhir), kalau Class A di oktet 2, 3 dan 4 (3 oktet terakhir). Kemudian subnet mask yang bisa digunakan untuk subnetting class A adalah semua subnet mask dari CIDR /8 sampai /30.
Kita coba latihan untuk network address 10.0.0.0/16.
Analisa: 10.0.0.0 berarti kelas A, dengan Subnet Mask /16 berarti 11111111.11111111.00000000.00000000 (255.255.0.0).
Penghitungan:
  1. Jumlah Subnet = 28 = 256 subnet
  2. Jumlah Host per Subnet = 216 – 2 = 65534 host
  3. Blok Subnet = 256 – 255 = 1. Jadi subnet lengkapnya: 0,1,2,3,4, etc.
  4. Alamat host dan broadcast yang valid?
Subnet 10.0.0.0 10.1.0.0 10.254.0.0 10.255.0.0
Host Pertama 10.0.0.1 10.1.0.1 10.254.0.1 10.255.0.1
Host Terakhir 10.0.255.254 10.1.255.254 10.254.255.254 10.255.255.254
Broadcast 10.0.255.255 10.1.255.255 10.254.255.255 10.255.255.255

Catatan: Semua penghitungan subnet diatas berasumsikan bahwa IP Subnet-Zeroes (dan IP Subnet-Ones) dihitung secara default. Buku versi terbaru Todd Lamle dan juga CCNA setelah 2005 sudah mengakomodasi masalah IP Subnet-Zeroes (dan IP Subnet-Ones) ini. CCNA pre-2005 tidak memasukkannya secara default (meskipun di kenyataan kita bisa mengaktifkannya dengan command ip subnet-zeroes), sehingga mungkin dalam beberapa buku tentang CCNA serta soal-soal test CNAP, anda masih menemukan rumus penghitungan Jumlah Subnet = 2x – 2

Minggu, 17 April 2011

IP address dan Subnetting (Teori IV)

IP Adreess
IP Address: merupakan suatu identifikasi perangkat jaringan pada jaringan protokol TCP/IP. Struktur IP Address (IPA) terdiri dari 32 bit(IPv4) yang terbagi menjadi 2 bagian yaitu network dan host dan secara umum diaplikasikan dalam 3 kelas yaitu:
Kelas A: dengan range 1.0.0.0 s/d 126.255.255.255 (127.x.x.x alamat loopback), dengan subnet mask default nya adalah 255.0.0.0 atau Classless Inter Domain Routing (CIDR) 8 bits. IP Private-nya adalah 10.x.x.x.
Kelas B: dengan range 128.0.0.0 s/d 191.255.255.255, dengan subnetmask defaultnya adalah 255.255.0.0 (CIDR=16bits) dan IP Privatenya 172.16.x.x s/d 172.31.x.x
Kelas C: dengan range 192.0.0.0 s/d 223.255.255.255, dengan subnetmask defaultnya adalah 255.255.255.0 (CIDR=24bits) dan IP Privatenya adalah 192.168.x.x.
IP Address terbagi atas 2 pengelompokan penggunaan yaitu IP Public dan IP Private. IP Public adalah IPA yang dapat digunakan pada jaringan Internet sedangkan IP Private adalah IPA yang hanya digunakan pada jaringan Lokal.

Subnetting untuk mempelajari subnetting, tips nya adalah pahami range ip setiap class dan subnet mask defaultnya.

range IP Class A: 1.0.0.0 s/d 126.255.255.255
subnet mask default : 255.0.0.0 atau CIDR: /8
range IP Class B: 128.0.0.0 s/d 191.255.255.255
subnet mask default : 255.255.0.0 atau CIDR: /16
range IP Class C: 192.0.0.0 s/d 223.255.255.255
subnet mask default : 255.255.255.0 atau CIDR/24

dengan subnet mask kita akan dapat memperoleh ip network dan ip broadcast. caranya adalah:
misalkan host ip yang diberikan 192.168.3.112/24

a)ip network:
192.168.3.112, binernya:
11000000.10101000.00000111.01110000
/24 = 255.255.255.0, binernya:
11111111.11111111.11111111.00000000
--------------------------------------------------- AND
11000000.10101000.00000111.00000000
192 . 168 . 3 . 0


b)ip broadcast:
192.168.3.112, binernya:
11000000.10101000.00000111.01110000
/24 = 255.255.255.0, binernya:
11111111.11111111.11111111.00000000, Invertingkan
00000000.00000000.00000000.11111111
---------------------------------------------------- OR
11000000.10101000.00000111.11111111
192 . 168 . 3 . 255


contoh di atas tidak ada dilakukan subnetting.


satu contoh lagi, host ip 202.83.100.74/28

a)ip network
202.83.100.74, binernya:
11001010.01010011.01100100.01001010
/28 = 255.255.255.240, binernya:
11111111.11111111.11111111.11110000
---------------------------------------------------- AND
11001010.01010011.01100100.01000000
202 . 83 . 100 . 64


b)ip broadcast
202.83.100.74, binernya:
11001010.01010011.01100100.01001010
/28 = 255.255.255.240, binernya:
11111111.11111111.11111111.11110000, invertingkan
00000000.00000000.00000000.00001111
---------------------------------------------------- OR
11001010.01010011.01100100.01001111
202 . 83 . 100 . 79


contoh di atas terjadi subnetting, untuk hitungan yang lebih cepat, kita berpedoman pada subnet mask nya yaitu octet .240, caranya:

karena setiap octet mempunyai nilai 0 s/d 255 maka ada 256 angka, sehingga diperoleh 256-240 = 16 ini adalah block subnet-1 yang valid..berikutnya lakukan kelipatan dari blok subnet-1 ini, sehingga 16,32,48,64,80..dst. nah perhatikanlah nilai host ip diatas yaitu 202.83.100.74 berarti berada antara subnet 64 dan 80. sehingga dapat di simpulkan subnet:64 menjadi network ip 202.83.100.64 dan broadcasnya kita peroleh dari nilai 80-1=79 yaitu 202.83.100.79

catatan:

dalam satu blok subnet ip terendah merupakan ip networknya dan ip tertinggi merupakan ip broadcast. setiap octet terakhir(octet paling kanan) dari ip network pasti merupakan bilangan GENAP dan octet terakhir dari ip broadcast merupakan bilangan GANJIL.

Tabel subnetmask untuk subnetting:

IP Class A:
--------------------------
CIDR | Subnet Mask
--------------------------
| 9 | 255.128.0.0
| 10 | 255.192.0.0
| 11 | 255.224.0.0
| 12 | 255.240.0.0
| 13 | 255.248.0.0
| 14 | 255.252.0.0
| 15 | 255.254.0.0
| 16 | 255.255.0.0
| 17 | 255.255.128.0
| 18 | 255.255.192.0
| 19 | 255.255.224.0
| 20 | 255.255.240.0
| 21 | 255.255.248.0
| 22 | 255.255.252.0
| 23 | 255.255.254.0
| 24 | 255.255.255.0
| 25 | 255.255.255.128
| 26 | 255.255.255.192
| 27 | 255.255.255.224
| 28 | 255.255.255.240
| 29 | 255.255.255.248
| 30 | 255.255.255.252

IP Class B:
--------------------------
CIDR | Subnet Mask
--------------------------
| 17 | 255.255.128.0
| 18 | 255.255.192.0
| 19 | 255.255.224.0
| 20 | 255.255.240.0
| 21 | 255.255.248.0
| 22 | 255.255.252.0
| 23 | 255.255.254.0
| 24 | 255.255.255.0
| 25 | 255.255.255.128
| 26 | 255.255.255.192
| 27 | 255.255.255.224
| 28 | 255.255.255.240
| 29 | 255.255.255.248
| 30 | 255.255.255.252

IP Class C:
--------------------------
CIDR | Subnet Mask
--------------------------
| 25 | 255.255.255.128
| 26 | 255.255.255.192
| 27 | 255.255.255.224
| 28 | 255.255.255.240
| 29 | 255.255.255.248
| 30 | 255.255.255.252

Rabu, 13 April 2011

Penjelasan & setting WDS

Pengertian WDS

Wireless Distribution System, atau WDS, adalah sebuah sistem murah dan mudah untuk memperluas jangkauan jaringan wireless anda. Disebut murah, karena anda tidak perlu menggunakan kabel untuk menghubungkan setiap Access Point. Anda hanya perlu menggunakan WDS, dan setiap AP akan berkomunikasi melewati jalur wireless.
Intinya adalah, Radio Wireless bisa kita jadikan sebagai Station (Menerima) dan sekaligus bisa kita jadikan sebagai Acess Point (Mengirim). Memang dalam teori seperti ini, kita anggap sepele, namun pada prakteknya dilapangan, hal ini sangatlah bermanfaat besar.
Seperti halnya kemarin, ketika saya melakukan installasi jaringan di STTAL (Sekolah Tinggi Teknik Angkatan Laut) di Perak, Surabaya. Dengan WDS, kita bisa menghemat Kabel UTP, dan juga tidak perlu menata kabel yang begitu sulit, dengan masuk ke plafon, atupun di clem ke tembok.

Setting WDS

Repeater wireless pada DD-WRT disebut juga dengan Wireless distribution System (WDS) pada Firmware DD-WRT pada contoh kali ini menggunakan Linksys Wrt54Gl yang berfungsi sebagai perluasan coverage area jaringan Wireless.

wds linksys wrt54gl
Bagaimana supaya membuat supaya Linksys WRT54 tersebut dapat bertindak sebagai wireless repeater, berikut step by step gambaran instalsinya:
Catatlah informasi dari masing-masing Router seperti Mac Address, SSID dll, pada gambar di bawah
mac address
sesuai gambaran diatas, Router 1 bertindak sebagai Broadband dan router 2 menjalankan fungsi WDS, pada menu “network setup” set Router 1 & 2 seperti gambar di bawah :

Enable-kan DHCP server pada kedua Router tersebut, tetapi sesuaikan pengaturan Start IP Address Seperti gambar di bawah.
lalu pada Router 2 buatlah Disable Internet Connection-nya.
Bedakanlah SSID Router 1 dengan SSID Router 2.
Disable Wireless Security yang hanya dilakukan sementara, untuk mendapatkan performance WDS terbaik.
Pada menu WDS Router 1 : Daftarkan Mac address Router 2
Pada menu WDS Router 2 : Daftarkan Mac address Router 1
Seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah
Jika ada trouble yang sering ditimbulkan dengan cara WDS pada DD-WRT cobalah aktifkan DMZ -nya:

Senin, 11 April 2011

definisi secara teknologi dan contoh dari IEEE (802,3 802.5 802.11)

 IEEE 802.3/Ethernet
Metoda akses: CSMA/CD
Maksimum waktu akses tdk terbatas
Spesifikasi media fisik
10Base5 (thick Ethernet)
Bus, thick coaxial, 10 Mbps, segmen 500m
10Base2 (Thin Ethernet)
Bus, thin coaxial, 10 Mbps, segmen 200m
10BaseT
Star (hub), twisted pair (UTP, STP), 10 Mbps, segmen 100m
10BaseF
Star (hub), fiber optic, 10 Mbps, segmen 2000 m
100BaseT
Star (hub), twisted pair (UTP, STP), 100 Mbps, segmen 100 m
100BaseF
Star (hub), fiber optic, 100 Mbps, segmen 2000m
Tidak ada prioritas

 





Menaikkan Laju Data

10 Mb/s à 100 Mb/s à 1 Gb/s à 10 Gb/s 


Problem: tf > 2tprop
Mis. CSMA/CD pd 100Mb/s pd kabel 1500m:

  tprop_max = l/c = 1500/2,5 x 108 = 6 ms
  tf > 2tprop à tf > 12 ms
  \ Ukuran paket ≥ (12 ms) x 100 Mb/s = 1200 bit 

Utk mengatasi dua teknik digunakan:
Panjang kabel dibatasi 100m:
Gunakan Ethernet Switching untuk mengatasi collision
 











IEEE 802.5 Token Ring 


Setiap station hanya diijinkan memegang token selama selang waktu yg terbatas THT (Token Holding Time)
Maksimum waktu akses terbatas
Ada prioritas
Media transmisi: coaxial cable, twisted pair, fiber optic
Line Coding: Manchester encoding

802.5 MAC Sublayer Protocol 


Format Frame
Star/End Delimiter (SD/ED) : Spt pd Token
Access Control (AC) : Spt pd Token kecuali T = 1
Frame Control (FC)
TT : Tipe frame
ZZZZZZ : Tipe frame MAC
Format Status (FS)
A,A : Bit duplikat indikasi address dikenali
C,C : Bit duplikat indikasi frame di-copy
X : Reserve bit

A = 0 & C = 0 : Tujuan tdk ada atau power off
A = 1 & C = 0 : Tujuan ada tetapi frame tdk diterima
A = 1 & C = 1 : Tujuan ada dan frame di-copy

  

Pengertian IEEE 802.11n
IEEE 802.11n-2009 adalah sebuah perubahan standar jaringan  nirkabel  802,11-2.007 IEEE untuk meningkatkan throughput lebih dari standar sebelumnya, seperti 802.11b dan 802.11g, dengan peningkatan data rate maksimum dalam  lapisan fisik OSI (PHY) dari 54 Mbit/s ke maksimum 600 Mbit/s dengan menggunakan empat ruang aliran di lebar saluran 40 MHz. Sejak 2007, Wi-Fi Alliance telah memberikan sertifikat interoperabilitas produk “draft-N” berdasarkan pada draft 2.0 dari spesifikasi IEEE 802.11n. Aliansi telah meningkatkan perangkat ini dengan tes kompatibilitas untuk beberapa perangkat tambahan yang diselesaikan setelah Draft  2.0 . Lebih jauh lagi, telah ditegaskan bahwa semua produk bersertifikat draft-n tetap kompatibel dengan produk-produk standar akhir.

2.  Deskripsi IEEE 802.11n

IEEE 802.11n didasarkan pada standar 802,11 sebelumnya dengan menambahkan multiple-input multiple-output (MIMO) dan 40 MHz ke lapisan saluran fisik (PHY), dan frame agregasi ke MAC layer. MIMO adalah teknologi yang menggunakan beberapa antena untuk menyelesaikan informasi lebih lanjut secara koheren dari pada menggunakan satu antena. Dua manfaat penting MIMO adalah menyediakan keragaman antenna dan spasial multiplexing untuk 802.11n.

Kemampuan lain teknologi MIMO adalah menyediakan Spatial Division Multiplexing (SDM). SDM secara spasial multiplexes beberapa stream data independen, ditransfer secara serentak dalam satu saluran spektral bandwidth. MIMO SDM dapat meningkatkan throughput data seperti jumlah dari pemecahan stream data spatial yang ditingkatkan. Setiap aliran spasial membutuhkan antena yang terpisah baik pada pemancar dan penerima. Di  samping itu, teknologi MIMO memerlukan rantai frekuensi radio yang terpisah dan analog-ke-digital converter untuk masing-masing antena MIMO yang merubah biaya pelaksanaan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem non-MIMO.  Saluran 40 MHz adalah fitur lain  yang dimasukkan ke dalam 802.11n yang menggandakan lebar saluran dari 20 MHz di 802.11 PHY sebelumnya untuk mengirimkan data. Hal ini memungkinkan untuk penggandaan kecepatan data PHY melebihi satu saluran 20 MHz. Hal ini dapat diaktifkan di 5 GHz mode, atau dalam 2,4 GHz jika ada pengetahuan yang tidak akan mengganggu beberapa 802.11 lainnya atau sistem non-802.11 (seperti Bluetooth) menggunakan frekuensi yang sama.  Arsitektur coupling MIMO dengan saluran bandwidth yang lebih luas menawarkan peningkatan fisik  transfer rate melebihi 802.11a (5 GHz) dan 802.11g (2,4 GHz).
 







 

Rabu, 06 April 2011

Menghubungkan antar access point (praktikum 4)

I. Alat dan Bahan

1. 3 buah wireless access point
2.1 buah switch
3.3 buah Laptop
4.Kabel Power access point
5.Kabel jaringan Stright
6.Antena

II. Langkah Percobaan
1. Ketik IP address default Access point pada laptop anda seperti ini:
2.Masukkan passwod admin lalu OK.password(admin)

3.Klik run wizard


4.Masukkan Password yang diinginkan Lalu ketik  Next

5.Ketik SSID yang diinginkan dan pilih chanel klik Next

6.Pilih Security level WEP klik Next

7.Tulis Password anda tadi dan kolom frist key.Klik Next

8.Tunggu hingga Restart Selesai

9.Atru DHCP server.Ubah IP Assigment Range 10

10. Sambunglah label Lan ke access point dan switch.Lalu ping laptop lain yang terhubung dengan access point lain pada swicth yang sama.